Konstitusi
yang Pernah Berlaku di Indonesia
Konstitusi
adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
Konstitusi menjadi sumber hukum tertinggi dalam pelaksanaan pemerintahan
negara. Konstitusi terdiri atas konstitusi tertulis (UUD) dan tidak tertulis
(Konvensi). Setiap negara memiliki konstitusi tertulis dan tidak tertulis,
kecuali Inggris dan Kanada yang tidak memiliki konstitusi tertulis.
Konstitusi
lebih sering diartikan sebagai Undang-Undang Dasar (UUD), yakni sebagai
konstirusi tertulis. Dalam penyusunannya, bahan konstitusi atau undang-undang
dasar dapat diambil dari nilai-nilai dan norma dasar yang hidup di masyarakat.
Selain itu, praktik penyelenggaraan negara juga mem pengaruhi perumusan
konstitusi. Oleh karena itu, penyusunan dan perumusan konstitusi atau UUD didasari
pokok-pokok pemikiran konseptual dan dikaitkan dengan semangat proklamasi
kemerdekaan. Negara Indonesia telah mengalami perkembangan yang diiringi oleh
berlakunya berbagai macam konstitusi. Perkembangan tersebut dibagi dalam
beberapa periode, yaitu sebagai berikut.
1.
Periode UUD 1945 I (Pertama) (18 Agustus 1945–27 Desember
1949)
2.
Periode Konstitusi RIS (27 Desember 1949–17 Agustus 1950)
3.
Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950–5 Juli 1959)
4.
Periode UUD 1945 II (Kedua)
a. Orde Lama (5 Juli 1959–11 Maret
1966)
b. Orde Baru (11 Maret 1966–21 Mei
1998)
c. Reformasi (21 Mei 1998–sekarang)
1.
Periode UUD 1945 (Pertama) (18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949)
Jumat, 17
Agustus 1945 merupakan momentum bersejarah bagi perjuangan bangsa Indonesia
dalam merebut kemerdekaan karena pada saat itulah Negara Kesatuan Republik
Indonesia diproklamasikan. Dengan prokla masi kemerdekaan itulah maka berdiri
NKRI. Pada 18 Agustus 1945, PPKI menyelenggarakan sidang yang menghasilkan tiga
buah keputusan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintah Indonesia,
yaitu sebagai berikut.
a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar
1945.
b.
Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta
sebagai wakil Presiden.
c.
Sebelum terbentuknya alat-alat negara lainnya, tugas presiden dibantu oleh
sebuah Komite Nasional Indonesia.
Pada masa
ini, lembaga-lembaga lain belum terbentuk, seperti DPR, MPR, MA, dan BPK, yang
baru terbentuk adalah lembaga ke presidenan. Jadi, kekua saan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif dipegang oleh presiden. Hal ini disebabkan suasananya
masih dalam masa peperangan. Undang-Undang
Dasar 1945 menganut sistem pemerintahan kabinet presidensil, artinya
menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Namun dalam periode ini juga
terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan. Hal tersebut terjadi setelah
keluarnya Maklumat Pemerintah No. X (eks) pada 14 November 1945, yang
menyatakan bahwa menteri-menteri tidak lagi bertanggung jawab kepada presiden, tetapi
bertanggung jawab pada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang kemudian
menjalankan kekuasaan legislatif. Setelah maklumat tersebut, kekuasaan
aksekutif berpindah tangan kepada perdana menteri sebagai akibat dibentuknya
sistem pemerintah parlementer. Dengan demikian, terjadi pergeseran dari sistem
pemerintahan presidensil ke parlementer.
2.
Periode Konstitusi RIS (27 Desember 1949 sampai dengan17 Agustus 1950)
Konstitusi RIS menganut sistem
pemerintahan parlementer. Lembaga perwakilannya menganut sistem dua kamar (bikameral),
yaitu sistem lembaga perwakilan rakyat yang terdiri atas dua kamar atau dua
badan legislatif yaitu senat dan DPR. Senat merupakan perwakilan dari negara
bagian yang setiap negara bagian diwakili dua orang. Adapun DPR merupakan
perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia.
Sistem pemerintahan yang dianut oleh
konstitusi RIS adalah Sistem Parlementer Kabinet Semu (Quasi Parlementer).
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.
Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen
sebagaimana lazimnya.
b.
Kekuasaan perdana menteri masih dikuasai oleh presiden. Hal tersebut tampak
dari ketentuan bahwa presiden dan menterimenteri bersama-sama merupakan
pemerintah. Seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahannya dipegang perdana menteri.
c.
Pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden bukan oleh parlemen.
d.
Pertanggungjawaban menteri, baik secara perorangan maupun bersama-sama adalah
kepada DPR dan melalui keputusan peme rintah.
e.
Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar
terhadap pemerintah.
f.
Presiden RIS tidak mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan.
Sistem pemerintahan yang dianut pada
masa Konstitusi RIS bukan kabinet parlementer murni. Dalam sistem parlementer,
parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.
Namun kenyataannya, parlemen terbatas pada hal-hal tertentu saja. Pada masa
ini, praktis sistem pemerintahan belum dapat berjalan sebagaimana dikehendaki
konstitusi RIS. Akibatnya, pelak sanaan konstitusi RIS tidak berjalan lama. Hal
ini disebabkan negara-negara bagian yang lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk
menjadi negara. Negara bagian tersebut memilih untuk bergabung dengan negara bagian
yang lebih kuat. Selain itu, negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita
rakyat Indonesia. Akhirnya, untuk menghindari perpecahan, negara-negara bagian
sepakat untuk membentuk UUD baru. Sehingga muncullah UUD Sementara 1950 (UUDS
1950).
3.
Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959)
Perubahan Konstitusi RIS menjadi UUDS
1950 diatur dalam UU No. 7 Tahun 1950, yang dimuat dalam Lembaran Negara No. 50-56.
UUDS 1950 ini mulai berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Alat-alat perlengkapan negara menurut
UUDS 1950 adalah sebagai berikut.
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. Menteri-menteri
c. DPR
d. MA
e. Dewan Pengawas Keuangan
Ciri-ciri sistem pemerintahan pada masa
berlakunya UUDS adalah sebagai berikut.
a. Presiden dan wakil presiden tidak
dapat diganggu gugat.
b. Presiden berkedudukan sebagai kepala
negara dan tidak sebagai
kepala pemerintahan.
c. Kepala pemerintahan dipegang oleh
Perdana Menteri.
d. Menteri-menteri bertanggung jawab
kepada parlemen (DPR).
e. Presiden berhak membubarkan DPR.
f. DPR dapat membubarkan kabinet.
Perwujudan kekuasaan parlemen ini
diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah
yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya. Oleh karena itu, dalam
pemerintahan sering terjadi pergantian kabinet. Beberapa kabinet yang pernah
memerintah pada periode ini, yaitu sebagai berikut :
a. Kabinet Mohammad Natsir (6
September 1950–27 April 1951).
b. Kabinet Sukiman (27 April
1951–3 April 1952).
c. Kabinet Wilopo (3 April
1952–3 Juni 1953).
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo (31
Juli 1953–2 Agustus 1955).
e. Kabinet Burhanudin Harahap (12
Agustus 1955–3 Maret 1956).
f. Kabinet Ali Sastroamidjoyo (20
Maret 1956–14 Maret 1957).
g. Kabinet Djuanda (9 April
1957–Juli 1959).
Pergantian kabinet tersebut menunjukkan
bahwa kestabilan politik pada masa itu belum terwujud. Hal tersebut bukan hanya
mempengaruhi dalam bidang politik, melainkan juga memengaruhi ke hidupan
sosial, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Pergantian kabinet tersebut akibat
UUD yang digunakan masih sementara. Sementara itu, Konstituante sebagai badan
legislatif belum mampu membentuk UUD yang baru karena terjadi pertentangan
politik yang sangat tajam di Konstituante. Kurang lebih 2 tahun, UUD yang baru belum
selesai sehingga untuk menghindari perpecahan bangsa, Presiden Soekarno
menganjurkan Konstituante menyatakan UUD 1945 sebagai UUD tetap bagi negara
Republik Indonesia. Namun karena kesepakatan Konstituante belum tercapai,
akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya
sebagai berikut.
1. Bubarkan Konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan
berlakunya UUD 1945
3.
Pembentukan MPRS dan DPAS
4.
Periode UUD 1945 (Kedua) (5 Juli 1959
sampai dengan Sekarang)
Berbagai permasalahan sistem
pemerintahan Indonesia memungkinkan untuk kembali pada Undang-Undang Dasar
1945. Hal tersebut tercantum pada isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang isinya
menyatakan sebagai berikut.
a.
Pembubaran Konstituante.
b.
Berlakunya kembali UUD 1945 bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia sejak penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
c.
Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan daerah
dan golongan serta pembentukan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Alasan untuk kembali pada UUD 1945
karena UUD 1945 dianggap sebagai konstitusi yang dianggap mampu menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, alasan lain pemberlakuan lagi UUD 1945,
yaitu menyangkut masalah ideologi. Hal tersebut ditunjukkan dengan pendapat
bahwa demokrasi liberal tidak selalu mendorong dalam perbaikan bangsa menuju
tujuan dari bangsa Indonesia, yaitu mencapai masyarakat adil makmur. Pandangan
tersebut diperkuat oleh Presiden Soekarno dengan pernyataannya, yaitu bahwa
bangsa Indonesia akan mampu membangun hanya dengan persatuan yang kuat, seperti
pada masa awal kemerdekaan. Hanya dengan semangat persatuan bangsa Indonesia dapat
mencapai tujuannya dalam menyejahterakan rakyat.
Periode UUD 1945 (kedua) ini terbagi
menjadi tiga masa, yaitu masa Orde Lama, masa Orde Baru, dan masa Reformasi.
a. Orde Lama (5 Juli 1959–11 Maret
1966)
Pemerintah Orde Lama berlaku setelah Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 resmi disahkan oleh Presiden Soekarno. Pemerintahan Orde Lama
dikenal juga dengan periode Demokrasi Terpimpin yaitu ketika semua pimpinan
berada di tangan pemimpin besar revolusi, yaitu Soekarno sebagai pimpinan
nasional. Dalam periode demokrasi terpimpin, pemikiran demokrasi Barat banyak
ditinggalkan. Presiden Soekarno sebagai pimpinan nasional tertinggi ketika itu
menyatakan bahwa demokrasi liberal tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa dan
negara Indonesia. Prosedur pemungutan suara dalam lembaga perwakilan rakyat
dinyatakan tidak efektif. Kemudian, Bung Karno memper kenalkan apa yang disebut
dengan “musyawarah untuk mufakat.” Banyaknya partai oleh Soekarno dianggap
sebagai salah satu penyebab tidak adanya pencapaian hasil dalam pengambilan keputusan
karena dianggap terlalu banyak debat. Untuk merealisasikan demokrasi terpimpin,
kemudian dibentuk badan yang dikenal dengan nama Front Nasional, yaitu
organisasi bentukan Bung Karno pada masa demokrasi terpimpin.
Jadi, demokrasi terpimpin adalah
demokrasi yang berdasarkan sistem pemerintahan dengan pimpinan satu kekuasaan
sentral di tangan satu orang, yaitu presiden. Pada puncak kejayaan pemerintahan
Orde Lama, dikenal berbagai slogan perjuangan yang membangkitkan semangat, di
antaranya Nasakom (Nasional, Agama, dan Komunis), Jas Merah (Jangan
Sekalikali Lupakan Sejarah), dan Tavip (Tahun Vivere Veri Coloso).
b. Orde Baru (11 Maret 1966–21 Mei
1998)
Orde Baru lahir dengan agenda untuk
melakukan perbaikan/perubahan total terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan
oleh Orde Lama terhadap Pancasila dan UUD 1945. Orde Baru bertekad untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, serta
melaksanakan pembangu nan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Orde
Baru lahir ketika situasi krisis politik dan ekonomi pada awalnya menunjukkan
suatu gerakan perubahan yang demokratis. Krisis ekonomi yang terjadi pada masa
Orde Lama telah dijadikan isu politik oleh Orde Baru sebagai upaya untuk
menimbulkan rasa ketidak percayaan terhadap pemerintahan Orde Lama. Dengan
menggunakan isu ekonomi dan politik pada masa Orde Lama yang mengalami krisis,
Orde Baru telah berhasil membawa rakyat ke arah agenda perubahan sebagaimana
yang diharapkan. Dukungan rakyat begitu besar ketika pemerintah Orde Baru melakukan
perbaikan terhadap langkah-langkah Orde Lama yang dianggap menyim pang dari
ketentuan UUD 1945.
c. Reformasi (21 Mei 1998 sampai dengan
Sekarang)
Praktik dari pemerintahan Orde Baru
yang telah berkuasa selama 32 tahun tampaknya secara tidak langsung memberikan pendidikan
politik pada masyarakat Indonesia. Para cendekiawan, politisi, akademisi, dan
mahasiswa mencermati dan mengkritisi setiap kebijakan Orde Baru yang dirasakan
telah menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Akhirnya, mereka melakukan
gerakan reformasi menuntut mundurnya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde
Baru. Pada 21 Mei 1998, kekuasaan pemerintahan Orde Baru runtuh yang ditandai
mundurnya Presiden Soeharto.
Pengganti Soeharto ialah Prof. Dr.
Ing. B.J. Habibie yang meng ucapkan sumpah di Istana
Merdeka Jakarta karena tidak memungkinkan di gedung rakyat MPR/DPR RI yang
diduduki mahasiswa. Berbagai pandangan kontroversial muncul saat pengambilan sumpah
tersebut, ada yang mengata kan konstitusional dan ada pula mengatakan sebagai
tindakan inkonsti tusio nal. Hal ini karena alasan sebagai berikut.
a.
Habibie mengambil sumpah tidak disaksikan oleh seluruh anggota MPR/DPR RI.
Adapun saat itu Soeharto tidak sedang mendapat halangan, tetapi sudah diminta
untuk mengundurkan diri dari kursi presiden.
b. Jika
dilangsungkan pengambilan sumpah tersebut di GedungMPR/ DPR RI, akan berisiko
tinggi dengan maraknya demonstrasi dan bukankah anggota MPR yang ada di Senayan
adalah rekayasa Soeharto sendiri.
c. Jika
anggota MPR diganti, pemilu tidak memungkinkan untuk dilaksa na kan dalam waktu
yang sesingkat mungkin, lagi pula berbagai Undang-Undang Pemilihan Umum selama
ini dituding tidak demokratis. Pada masa pemerintahan Habibie telah terjadi
beberapa peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia seperti, pelaksanaan Pemilu
yang aman dan demokratis pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti oleh 48 partai.
Pada saat itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi pemenang.
Akan tetapi, memenangi pemilu bukan jaminan dalam memenangkan kursi presiden
karena yang terpilih menjadi presiden pada saat itu ialah K.H. Abdurrahman
Wahid yang didukung oleh koalisi yang menamakan dirinya poros tengah.
Kemudian, Megawati Soekarno Putri menjadi wakilnya.
Masa
pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid tidak sampai selesai waktu masa jabatannya.
Beliau diberhentikan dalam Sidang Istimewa MPR pada 2001 karena dugaan
keterlibatan dalam Kasus Brunei Gate. Kemudian, sesuai dengan ketentuan
Pasal 8 Ayat 1 UUD 1945, maka Megawati Soekarno Putri (yang saat itu menjadi
Wakil Presiden) ditetapkan menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada masa
pemerintahan Megawati yakni tahun 2004, dilaksanakanlah pemilihan umum untuk
memilih anggota DPR dan DPD yang diikuti oleh 24 partai politik. Selain itu,
untuk kali pertama dalam sejarah ketata negaraan Indonesia dilaksanakan
pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilihan tersebut
dilakukan selama dua putaran karena pada putaran pertama dari lima pasangan calon
belum memperoleh jumlah suara lebih dari 50%. Pada putaran kedua tanggal 20
September 2004 terpilihlah dua pasangan, yaitu Megawati-Hamzah Haz dan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Akhirnya, pemilihan dimenangkan oleh
pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai
presiden dan wakil presiden yang dicalonkan oleh Partai Demokrat.
Bentuk-bentuk
penyimpangan Konstitusi yang pernah terjadi di Indonesis adalah sebagai berikut
:
a.
Masa berlakunya UUD 1945 I (Periode 18 Agustus 1945–27 Desember 1949)
1.
Keluarnya maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang mengubah
fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat dari pembantu Presiden menjadi badan
yang diserahi kekuasaan legislatif (seharusnya tugas dan wewenang MPR).
2. Keluarnya
maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 yang mengubah sistem presidensial
menjadi sistem parlementer. Kedudukan presiden hanya sebagai kepala negara
sedangkan kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri sehingga para
menteri bertanggung jawab kepada DPR. Seharusnya berdasarkan pasal 4 Ayat 1 dan
pasal 17 kedudukan presiden adalah kepala pemerintahan.
b.
Masa berlakunya Konstitusi RIS 1949 (Periode 27 Desember 1949– 17 Agustus 1950)
Sesuai dengan Konstitusi RIS, sistem
pemerintahan yang dianut adalah parlementer yaitu kedudukan parlemen sangat menentukan
terhadap kekuasaan pemerintahan. Namun dalam kenyataannya parlemen hanya
terbatas hal-hal tertentu saja. Misalnya, kekuasaan presiden hanya sebagai
kepala negara, tetapi dalam kenyataannya presiden masih mencampuri urusan
perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Kemudian, pembentukan kabinet oleh
presiden seharusnya oleh parlemen.
c.
Masa berlakunya UUDS 1950 (Periode 17 Agustus 1950–5 Juli 1959)
Sistem yang dianut adalah sistem
pemerintahan parlementer, namun dalam kenyataannya masih bercampurnya kekuasaan
pemerintahan dan kepala negara, misalnya perdana menteri diangkat oleh Presiden
seharusnya oleh parlemen. Kemudian pembentukan kabinet oleh presiden seharusnya
oleh parlemen.
d.
Masa berlakunya UUD 1945 kedua
1. Orde lama (Periode 5 Juli 1953–11
Maret 1966)
a.
Adanya penyimpangan ideologis, yaitu penerapan konsep Nasionalis, Agama dan
Komunis (Nasakom)
b.
Pemusatan kekuasaan pada presiden sehingga kewenangannya melebihi ketentuan yang
diatur UUD 1945. Misalnya, pembentukan Penetapan Presiden (Penpres) yang
setingkat dengan Undang-undang.
c.
MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
d.
Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955 dan membentuk DPR-GR tanpa
melalui pemilu.
e.
Adanya jabatan rangkap yaitu Pimpinan MPRS dan DPR dijadikan menteri negara,
sehingga berkedudukan sebagai pembantu presiden.
f.
Negara Indonesia masuk dalam salah satu poros kekuasaan dunia yaitu poros
Moskwa-Peking sehingga bertentangan dengan politik bebas aktif.
2.
Orde Baru (11 Maret 1966–21 Mei 1998)
a.
Perubahan kekuasaan yang statis
b.
Perekrutan politik yang tertutup
c.
Pemilihan umum yang kurang demokratis
d.
Kurangnya jaminan hak asasi manusia
Salah
satu ciri dari negara yang menganut paham demokrasi adalah adanya pengakuan dan
perlindungan hak asasi manusia. Dalam pemerintahan Orde Baru, dirasakan
penghormatan
dan perlindungan HAM masih kurang diperhatikan.
e.
Presiden mengontrol perekrutan organisasi politik
Pengisian
jabatan ketua umum partai politik harus
mendapat
persetujuan dari presiden. Seharusnya,
pemilihan
ketua umum partai diserahkan kepada kader
partai
bersangkutan.
f.
Presiden memiliki sumber daya keuangan yang sangat
besar
Dalam
penentuan anggaran, DPR tidak mempunyai
kekuasaan
untuk mengubah rencana anggaran yang diajukan
oleh
presiden. Anggaran-anggaran lembaga-lembaga tinggi
negara
ditentukan oleh presiden. Presiden mempunyai
mekanisme
pemberian bantuan melalui Instruksi Presiden,
Bantuan
Presiden tanpa melalui per setujuan DPR. Presiden
juga
memiliki sejumlah yayasan yang pertanggung jawabannya
kurang
jelas dan kurang transparan.
Peristiwa
yang lainnya, yaitu adanya peristiwa-peristiwa politik
yang
menyebabkan adanya perubahan ketatanegaraan di Indonesia.
Selama
Orde Lama, ada peritiswa Dekrit Presiden (5 Juli 1959) dan
G
30 S / PKI. Berikut adalah akibat keluarnya Dekrit Presiden.
1)
Dekrit Presiden menyebabkan adanya perubahan ketatanegaraan.
Isi
dari Dekrit itu adalah membubarkan konstituante, kembali
kepada
UUD 1945, dan tidak berlaku lagi UUDS. Adanya
peristiwa
ini, terjadilah proses perubahan ketatanegaraan di
Indonesia.
Satu sisi, Indonesia kembali ke UUD 1945, tetapi di
sisi
yang lain, Indonesia memasuki era Demokrasi Terpimpin.
2)
Gerakan 30 September PKI yang menewaskan perwira tinggi Angkatan
Darat
dan rakyat tidak berdosa, menyebabkan adanya gejolak politik di
Indonesia.
Partai Komunis Indonesia yang melakukan kudeta kepada
pemerintahan
yang sah, mendapat perlawanan dari seluruh rakyat
Indonesia.
Setelah terjadinya pem berontakan PKI ini, gelombang
protes
mahasiswa terjadi di seluruh Indonesia. Akhirnya, dalam
Sidang
Umum MPR tahun 1966 Soekarno diberhentikan dari
jabatan
presiden dan sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto
menjadi
presiden. Pada saat itulah, Orde Baru dimulai.
b.
Penyimpangan pada zaman Orde Baru adalah pelaksanaan pemerin tahan
yang
sentralistis (terpusat) hampir selama 32 tahun.
Selama
kepemimpinan Presiden Soeharto pun ternyata pemerin tahan
tidak
berjalan dengan baik. Sejumlah penyelewengan konstitusi nya
terjadi
secara tidak langsung.
1)
Presiden Soeharto menyempitkan ruang gerak politik rakyat
Indonesia.
Partai politik diciutkan dan diatur oleh pemerintah
sehingga
fungsi partai politik pada zaman Orde Baru ini tidak
berjalan
dengan baik. Fungsi partai politik pada saat itu, lebih
menekankan
sebagai komunikasi politik atau penyampaian program
pemerintah,
bukan menjadi alat perjuangan aspirasi rakyat.
2)
Pemerintahan Orde Baru sarat dengan budaya KKN (korupsi,
kolusi,
dan nepotisme) sehingga tidak membuka ruang partisipasi
publik
secara sehat dan kompetitif. Hanya warga negara yang
memiliki
uang dan kedekatan kekeluargaan saja yang mendapatkan
fasilitas
negara. Budaya KKN ini menyebabkan Indonesia
mengalami
krisis yang berkepanjangan sejak 1997.
3)
Pada zaman Orde Baru, partai politik dan anggota DPR/MPR
lebih
banyak menjalankan program pemerintah daripada memperjuang
kan
aspirasi rakyat. Bahkan, selama Orde Baru ini, MPR/
DPR
dianggap sebagai stempel pemerintah belaka. Eksekutif
lebih
berjaya dibandingkan dengan legislatif.
Dengan
beberapa pengalaman tersebut, DPR/MPR era reformasi
mempertegas
UUD 1945 ini dengan menegaskan bahwa presiden hanya
bisa
menjabat selama dua periode. Setelah dua periode, seorang presiden
tidak
boleh mencalonkan kembali untuk menjadi presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar